Agatha Christie - Anjing Kematian #9



“Tidak apa-apa.” kata Trent tak acuh
      Ia tampak tegang dan cemas. Untuk pertama kalinya Dermot merasa asing terhadap temannya itu. Di antara dua orang ini ada rahasia yang bahkan tidak bakal dibicarakan di antara dua teman lama. Namun keseluruhan urusan ini sangat fantastis dan luar biasa.
      Apa yang bisa dijadikan pijakan? Tak ada, selain beberapa tatapan dan kegugupan seorang wanita. Mereka minum anggur berlama-lama, tapi tidak memakan banyak waktu, lalu beranjak ke ruang duduk tepat saat kedatangan Mrs. Thompson diumumkan. Medium itu seorang wanita gemuk setengah baya, mengenakan gaun beludru merah gelap, dengan suara keras yang agak norak.
      “Mudah mudahan saya tidak terlambat, Mrs. Trent,” katanya ceria. “Anda bilang jam sembilan, bukan?”
      “Anda sangat tepat waktu, Mrs. Thompson,” kata Claire dengan suaranya yang manis dan agak serak itu. “Inilah tamu-tamu kita malam ini.”
      Tidak ada perkenalan lebih lanjut, seperti rupanya sudah menjadi kebiasaan. Sang medium menyapukan pandangan tajam dan licik pada mereka semua.
      “Mudah-mudahan hasilnya bagus,” katanya tegas. “Saya sangat tak senang kalau tidak bisa memberikan kepuasan pada klien saya. Saya menjadi marah. Tapi saya rasa Shiromako (pengendali saya, dia orang Jepang) bisa tampil dengan baik malam ini. Saya merasa sangat sehat, dan saya tidak bisa makan kelinci welsh, tapi saya suka sekali keju panggang.”
      Dermot mendengarkan, setengah geli setengah muak. Betapa menjemukan semua ini! Tapi, tidakkah ia telah memberikan penilaiannya secara sembrono? Bagaimanapun, segala sesuatunya bersifat alami, kekuatan-kekuatan yang konon dimiliki para medium adalah kekuatan-kekuatan alami, yang hingga kini belum dipahami sepenuhnya. Seorang ahli bedah hebat bisa saja sakit perut menjelang akan melakukan operasi yang sulit. Kenapa Mrs. Thompson tidak?
      Kursi-kursi diatur membentuk lingkaran, lampu-lampu juga, sehingga bisa ditambah atau dikurangi cahayanya, sesuai kebutuhan. Dermot memperhatikan bahwa tidak ada pertanyaan tentang kesahihan demonstrasi ini, dan Sir Alington juga tidak mempertanyakan syarat-syarat untuk mengadakan pemanggilan arwah ini. Tidak, urusan dengan Mrs. Thompson ini cuma alasan belaka. Sir Alington ada di sini untuk tujuan lain sepenuhnya. Dermot ingat, ibu Claire telah meninggal di luar negeri. Ada sekelumit misteri yang menyelimutinya. Sakit keturunan...
      Ia tersentak dan berusaha memfokuskan kembali pikirannya pada keadaan sekelilingnya saat ini.
      Setiap orang mengambil tempat masing-masing, dan lampu-lampu dimatikan. Hanya sebuah lampu merah kecil bertudung yang dibiarkan menyala di meja yang agak jauh.
      Sesaat tidak terdengar api-apa, kecuali suara napas pelan dan teratur dari sang medium. Lambat laun napasnya jadi semakin keras. Kemudian, dengan sangat mendadak terdengar ketukan keras dari ujung ruangan, yang membuat Dermot terlompat kaget. Suara itu terdengar lagi dari sisi ruangan yang lain. Kemudian menyusul serangkaian ketukan yang makin lama makin keras. Setelah ketukan-ketukan itu menghilang, sebuah tawa mengejek bernada tinggi mendadak terdengar di seantero ruangan. Lalu hening, dipecahkan oleh suara yang sama sekali tidak seperti suara Mrs. Thompson. Suara ini melengking nadanya naik turun samar-samar.
      “Aku ada di sini, Saudara saudara,” kata suara itu. “Ya, aku ada di sini. Anda sekalian mau bertanya?”
      “Siapa kau? Shiromako?”
      “Ya. Aku Shiromaku. Aku meninggal dunia lama berselang. Aku bekerja. Aku sangat bahagia.”
      Selanjutnya menyusul detail-detail lebih lanjut tentang kehidupan Shiromako. Kisahnya sangat biasa-biasa saja dan tidak menarik, dan Dermot sudah sering mendenganya. Semua orang bahagia, sangat babagia. Ada pesan-pesan dari kerabat-kerabat yang cuma digambarkan samar-samar, penggambarannya pun begitu luas, hingga bisa sesuai hampir dengan siapa saja. Seorang wanita tua, ibu dari salah seorang yang hadir, menguasai pertemuan selama beberapa saat, menyebutkan pepatah-pepatah dengan gaya yang baru dan menyegarkan, yang sama sekali berlawanan dengan subjek yang dibicarakan.
      “Seseorang ingin bicara sekarang,” Shiromako mengumumkan.
      “Dia punya pesan yang sangat penting untuk salah seorang tuan di sini.”
      Hening sejenak, kemudian sebuah suara baru berbicara, diawali dengan tawa jahat kesetanan.
      “Ha ha! Ha ha ha! Sebaiknya jangan pulang. Sebaiknya jangan pulang. Turuti nasihatku.”
      “Kau berbicara pada siapa?” tanya Trent.
      “Salah satu dari kalian bertiga. Aku tidak akan pulang ke rumah, kalau aku jadi dia. Bahaya! Darah! Tidak terlalu banyak darah tapi cukup banyak. Tidak. Jangan pulang.” Lalu suara itu semakin pelan. “Jangan pulang!”
      Dan akhirnya suara itu lenyap sepenuhnya. Dermot merasa merinding. Ia yakin peringatan itu ditujukan pada dirinya. Entah bagaimana, ada bahaya mengancamnya malam ini.
      Terdengar desahan dari mulut sang medium, disusul dengan erangan. Ia mulai sadar. Lampu-lampu dinyalakan dan akhirnya sang medium duduk tegak, matanya berkedip-kedip sedikit.
      “Bagus hasilnya? Saya harap begitu.”
      “Sangat bagus, terima kasih, Mrs. Thompson.”
      “Shiromako yang datang?”
      “Ya, dan beberapa lainnya.”
      Mrs. Thompson menguap. “Saya capek sekali. Tenaga saya benar-benar terkuras. Begitulah kegiatan seperti ini. Yah, saya senang semuanya berjalan dengan sukses. Saya agak takut kalau-kalau tidak memuaskan, takut sesuatu yang tidak menyenangkan bakal terjadi. Ada yang aneh rasanya di ruangan ini malam ini.” Ia menoleh ke balik bahunya yang gemuk bergantian, lalu angkat bahu dengan tidak nyaman. “Saya merasa tidak nyaman,” katanya. “Ada yang mengalami kematian mendadak di antara Anda sekalian belakangan ini?”
      “Apa maksud Anda... di antara kami?”
      “Kerabat dekat... teman-teman dekat? Tidak ada? Yah, kalau saya ingin bersikap melodramatis, saya merasa ada kematian tercium di udara malam ini. Aah, cuma pikiran saya saja yang tidak masuk akal. Selamat malam, Mrs. Trent. Saya senang Anda merasa puas.”
      Lalu Mrs. Thompson yang mengenakan gaun beludru merah tua itu berjalan keluar.
      “Saya harap Anda tertarik, Sir Alington,” kata Claire pelan.
      “Malam yang sangat menarik, nyonya yang baik. Terima kasih banyak atas kesempatan ini. Izinkan saya mengucapkan selamat malam. Kalian semua akan pergi berdansa, bukan?”
      “Apa Anda tidak ikut dengan kami?”
      “Tidak, tidak. Sudah menjadi kebiasaan saya untuk tidur pada jam setengah dua belas. Selamat malam. Selamat malam, Mrs. Eversleigh. Ah! Dermot, ada yang ingin kubicarakan denganmu. Bisakah kau ikut denganku sekarang? Kau bisa bergabung dengan yang lainnya di Graflon Galleries.”
      “Tentu, Paman. Aku nanti menyusul Trent.”
      Tidak banyak yang dibicarakan oleh paman dan kemenakannya itu sepanjang perjalanan singkat menuju Harley Street. Sir Alington minta maaf telah menyuruh Dermot ikut bersamanya, dan menegaskan bahwa ia cuma perlu beberapa menit untuk bicara.
      “Perlukah aku menyuruh mobil menunggumu, Nak?” tanyanya saat mereka turun.
      “Oh, tidak usah repot-repot, Paman. Aku naik taksi saja nanti.”
      “Baiklah. Aku tak ingin menyuruh Charlson menunggu terlalu malam kalau tidak terpaksa sekali. Selamat malam, Charlson. Wah, di mana aku menaruh kunciku?”

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...