Agatha Christie - Anjing Kematian #10



Mobil itu melaju pergi, sementara Sir Alington berdiri di undak-undak sia-sia memeriksa saku-sakunya. “Pasti tertinggal di mantel satunya,” katanya akhirnya. “Bisa tolong pencet bel? Aku yakin Johnson masih belum tidur.”
      Johnson yang berpembawaan tenang itu membuka pintu enam puluh detik kemudian.
      “Salah menaruh kunci, Johnson,” Sir Alington menjelaskan. “Tolong bawakan dua gelas wiski dan soda ke perpustakaan, ya?”
      “Baik, Sir Alington.”
      Sir Alington melangkah ke ruang perpustakaan dan menyalakan lampu-lampu. Ia mengisyaratkan pada Dermot agar menutup pintu setelah masuk.
      “Aku tidak akan lama. Dermot. Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu. Apakah ini cuma bayanganku saja, ataukah kau memang punya... katakanlah perasaan khusus terhadap Mrs. Jack Trent?”
      Wajah Dermot memerah. “Jack Trent itu teman baikku.”
      “Maafkan aku, tapi itu sama sekali tidak menjawab pertanyaanku. Aku yakin kau menganggap pandangan-pandanganku mengenai perceraian dan hal-hal semacamnya terlalu puritan, tapi mesti kuingatkan padamu bahwa kau satu-satunya kerabat dekatku dan ahli warisku.”
“Tidak bakal ada perceraian,” kata Dermot dengan marah.
“Memang tidak ada, untuk alasan yang barangkali lebih bisa dipahami olehku daripada olehmu. Aku tak bisa memaparkan alasan itu sekarang, tapi aku ingin memperingatkanmu. Claire Trent tidak tepat untukmu.”
      Dermot menatap mata pamannya dengan tajam. “Aku mengerti... dan izinkan aku mengatakan bahwa barangkali aku mengerti lebih baik daripada yang Paman kira. Aku tahu alasan kehadiran Paman pada acara makan malam tadi.”
      “O ya?” Sir Alington jelas tampak terkejut “Bagaimana kau bisa tahu?”
      “Anggap saja itu sekadar tebakan, Sir. Ucapanku benar, bukan, bahwa Paman hadir untuk alasan yang berkaitan dengan... profesi Paman.”
      Sir Alington mondar-mandir di ruangan tersebut. “Kau benar sekali, Dermot. Tapi tentu saja aku tidak bisa mengatakannya padamu, walau kurasa tak lama lagi rahasia ini akan tersebar juga.”
      Dermot merasa jantungnya melompat. “Maksud Paman, Paman sudah... mengambil kesimpulan?”
      “Ya, ada kegilaan dalam keluarga itu dari sisi ibu. Kasus yang menyedihkan... amat sangat menyedihkan.”
      “Aku tak percaya, Sir.”
      “Aku yakin tidak. Bagi orang awam, sedikit sekali tanda-tanda yang terlihat.”
      “Dan bagi ahlinya?”
      “Buktinya sudah jelas. Dalam kasus semacam itu, si pasien mesti dimasukkan ke rumah sakit jiwa, sesegera mungkin.”
      “Ya Tuhan!” Dermot terkesiap. “Tapi orang tak bisa dirumahsakitkan seperti itu dengan begitu saja.”
      “Dermot! Pasien di-rumah-sakit-jiwakan hanya kalau keberadaan mereka di tengah masyarakat bisa membahayakan komunitasnya.”
      “Bahaya ini sangat serius. Kemungkinan besar yang dialaminya adalah homicidal munia. Itulah yang terjadi dalam kasus ibunya.”
      Dermot memalingkan muka sambil mengerang, lalu membenamkan wajah di kedua tangannya. Claire, Claire yang putih dan berambut emas!
      “Dalam keadaan ini,” Sir Alington melanjutkan dengan santai, “aku merasa wajib memperingatkanmu.”
      “Claire,” gumam Dermot. “Claire-ku yang malang.”
      “Ya, memang, kita semua mesti merasa kasihan padanya.”
      Sekonyong-konyong Dermot mengangkat kepala. “Aku tidak percaya.”
      “Apa?”
      “Kubilang aku tidak percaya. Dokter-dokter bisa saja membuat kesalahan. Semua orang tahu itu. Dan mereka selalu sok yakin kalau menyangkut bidang mereka.”
      “Dermot,” kata Sir Alington dengan marah.
      “Kubilang aku tidak percaya. Lagipula, kalaupun benar demikian, aku tidak peduli. Aku mencintai Claire. Kalau dia mau ikut denganku, akan kubawa dia pergi jauh-jauh lepas dari jangkauan dokter-dokter yang suka ikut campur. Aku akan menjaganya, mengurusnya, menaunginya dengan cintaku.”
      “Kau tidak boleh berbuat begitu. Apa kau sudah gila?”
      Dermot tertawa mengejek.
      “Kalian pasti akan menganggap begitu aku yakin.”
      “Coba kau pahami, Dermot.” Wajah Sir Alington merah padam oleh kemarahan tertahan. “Kalau kau melakukan tindakan itu, tindakan memalukan itu, habislah sudah. Aku akan menarik kembali uang saku yang saat ini kuberikan padamu, dan aku akan membuat surat wasiat baru, meninggalkan keseluruhan hartaku pada berbagai rumah sakit “
      “Silakan berbuat sesuka Paman dengan uang itu,” kata Dermot dengan suara pelan. “Aku tetap mesti memiliki wanita yang kucintai.”
      “Wanita yang...”
      “Paman berani mengucapkan satu kata saja yang menjelek-jelekkan dia, dan demi Tuhan, akan kubunuh Paman!” teriak Dermot.
      Suara pelan denting gelas membuat mereka sama-sama membalikkan tubuh. Karena terbakar oleh perdebatan mereka tadi, keduanya tidak mendengar Johnson melangkah masuk dengan membawa nampan berikut gelas-gelas. Wajahnya tetap tidak menunjukkan ekspresi apa pun, sebagaimana layaknya pelayan yang baik, tapi Dermot bertanya-tanya, seberapa banyak yang telah didengarnya.
      “Itu saja, Johnson,” kata Sir Alington dengan tegas. “Kau boleh pergi tidur.”
      “Terima kasih, Sir. Selamat malam, Sir.”
      Johnson mengundurkan diri.
      Kedua orang itu saling pandang. Interupsi sesaat tadi telah meredakan kemarahan mereka.
      “Paman,” kata Dermot, “mestinya aku tidak bicara kasar seperti tadi. Aku mengerti bahwa dari sudut pandang Paman. Paman benar sekali. Tapi aku sudah lama mencintai Claire Trent. Sejauh ini, aku tak pernah menyatakan cintaku pada Claire, berhubung Jack Trent adalah sahabat baikku. Tapi mengingat situasi sekarang ini, fakta itu tidak. penting lagi. Salah kalau Paman menganggap faktor uang bisa membuatku berubah pikiran. Kurasa tidak ada lagi yang bisa dibicarakan di antara kita. Selamat malam.”
      “Dermot...”
      “Sungguh, tak ada gunanya berdebat lebih lanjut. Selamat malam, Paman Alington. Aku menyesal, tapi bagaimana lagi.”
      Dermot cepat-cepat keluar, menutup pintu di belakangnya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...