“Tapi
pasti ada penjelasan yang sama bagusnya. Ayolah. Tidak perlu terlalu
berhati-hati terhadap keponakan sendiri.”
“Yah, baiklah, keponakan, menurut
pendapatku, kau menolak undangan itu cuma karena kau tidak terlalu berminat
pergi saja, dan setelah peristiwa kebakaran itu, kau menganggap dirimu telah diberi
peringatan sebelumnya, dan sekarang kau pereaya penuh bahwa itulah yang
terjadi.”
“Payah,” Dermot tertawa. “Paman selalu
menang “
“Tak apa-apa, Mr. West,” seru Violet
Eversleigh. “Saya percaya sepenuhnya dengan teori tanda bahaya Anda. Apa
peristiwa di Mesopotamia itu terakhir kali Anda mendapat perasaan demikian?”
“Ya... sampai...”
“Maaf.”
“Tidak ada apa-apa.”
Dermot duduk diam. Tadi ia hampir saja
mengucapkan, “Ya... sampai malam ini.” Kata-kata. itu melompat begitu saja di
mulutnya, menyuarakan pikiran yang sebelumnya tidak muncul secara sadar, tapi
ia langsung menyadari bahwa itu benar. Tanda bahaya itu muncul dari tengah
kegelapan. Ada bahaya. Ada bahaya di depan mata.
Tapi kenapa? Bahaya apa yang mungkin
terjadi di sini? Di rumah teman-temannya ini'? Setidaknya... ya, memang ada
satu bahaya. Ia menatap Claire Trent, kulitnya yang putih, tubuhnya yang
ramping, kepalanya yang tertunduk halus dengan rambutnya yang keemasan.
Tapi bahaya itu memang sudah beberapa lama
ada dan rasanya tak mungkin berkembang menjadi besar. Sebab Jack Trent adalah sahabat
baiknya, bahkan lebih dari itu. Jack telah menyelamatkan nyawanya di Flanders
dan telah direkomendasikan memperoleh VC atas kepahlawanannya. Jack orang yang
baik, salah satu yang terbaik. Sungguh sial bahwa ia jatuh cinta pada istri
Jack. Tapi suatu hari nanti ia pasti bisa mengatasi perasaannya. Hal seperti
ini takkan selamanya menyakitkan. Perasaan ini kelak akan sirna juga ya, sirna.
Claire sendiri rasanya takkan pernah menduga dan kalaupun ia menduganya, tak
mungkin ia akan menghiraukan. Claire bagaikan sebuah patung, patung yang indah,
terbuat dan emas, gading, dan batu koral merah muda yang pucat... boneka untuk
seorang raja, bukan seorang wanita yang hidup dan nyata. Claire... menyebutkan
namanya dalam hati pun sudah membuat Dermot terluka... ia mesti mengatasi
perasaannya. Ia sudah pernah jatuh cinta... Tapi tidak seperti ini!” kata
sesuatu dalam hatinya.
“Tidak seperti ini.” Yah, begitulah. Tidak
ada bahaya, hanya patah hati, tapi bukan bahaya. Bukan bahaya seperti yang
dimunculkan Sinyal Merah itu. Itu untuk hal lain lagi.
Dermot melayangkan pandang ke seputar
meja, dan untuk pertama kali ia menyadari bahwa tamu-tamu yang hadir kali ini
agak tidak biasa. Pamannya, misalnya jarang sekali mau menghadiri acara makan
malam kecil yang tidak formal seperti ini. Suami-istri Trent memang teman lama,
tapi baru malam ini Dermot menyadari bahwa ia sama sekali tidak ”mengenal”
mereka.
Tapi ada satu alasan untuk acara kali ini.
Seorang pemanggil arwah yang cukup terkenal akan datang untuk mengadakan pemanggilan
arwah sesudah makan malam. Sir Alington mengatakan agak tertarik pada
spiritualisme. Ya, jelas itu suatu alasan saja.
Alasan. Dermot mau tak mau jadi menaruh
perhatian pada kata itu. Apakah acara pemanggilan arwah ini sekadar alasan
supaya kehadiran pamannya pada makan malam ini terasa wajar? Kalau ya, apa
sebenarnya tujuan pamannya berada di sini? Berbagai detail menyerbu ke dalam
pikiran Dermot, hal-hal kecil yang sebelumnya tidak diperhatikan, atau, seperti
kata pamannya, tidak diperhatikan oleh pikiran sadar.
Sir Alington sejak tadi menatap Claire
dengan pandangan sangat aneh, lebih dari sekali. Ia seperti tengah mengawasi
wanita itu. Claire tampak gelisah mendapatkan tatapan tajamnya. Sesekali kedua
tangannya bergerak-gerak gugup. Ia memang gugup, amat sangat gugup, dan... ketakutan.
Mungkinkah itu? Kenapa ia ketakutan?
Dermot tersentak dan kembali pada
pereakapan yang sedang berlangsung di seputar meja. Mrs. Eversleigh telah
berhasil membuat Sir Alington bicara tentang bidang yang paling dikuasainya.
“Mrs. Eversleigh yang baik,” katanya. “Apa
sebenarnya kegilaan itu? Saya bisa meyakinkan Anda bahwa semakin dipelajari,
semakin sulit kita mengucapkan kata itu. Kita semua, sampai tingkat tertentu,
suka membohongi diri sendiri, dan kalau kita sampai keterlaluan
mempraktekkannya, misalnya kita jadi yakin bahwa kita adalah Kaisar Rusia, maka
kita akan dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Tapi jalan yang mesti ditempuh
sebelum mencapai titik itu, panjang sekali. Sampai sejauh mana kita menyusuri
jalan itu sebelum kita membuat garis batas dan berkata, 'Di sisi ini adalah
kewarasan, dan di sisi sana itu kegilaan'? Itu tidak bisa dilakukan. Kalau
orang yang menderita delusi menyembunyikan keadaannya, kemungkinan besar kita
tidak akan bisa membedakan dia dari orang yang normal. Kewarasan yang luar
biasa dalam diri orang sinting merupakan subjek yang sangat menarik.”
Sir Alington menyicip anggurnya
perlahan-lahan, lalu menatap yang lainnya dengan berseri-seri.
“Saya dengar mereka itu sangat cerdik,”
kata Mrs Eversleigh. “Maksud saya, orang-orang sinting itu.”
“Memang. Dan seringkali menekan delusi
tertentu bisa sangat berbahaya. Segala sesuatu yang ditekan bisa berbahaya,
seperti diajarkan dalam psikoanalisis. Orang yang punya sifat eksentrik, yang
tidak berbahaya, dan tidak perlu menyembunyikannya, jarang melewati garis batas
kewarasan. Tapi laki-laki…” Sir Alington diam sejenak, “atau wanita yang
kelihatannya sepenuhnya normal, bisa saja sebenarnya merupakan sumber bahaya
yang sangat besar bagi masyarakat.”
Perlahan tatapannya bergerak ke arah
Claire, lalu beralih lagi. Ia menyicip anggurnya sekali lagi. Rasa takut yang
amat sangat mengguncang diri Dermot. Itukah yang dimaksud pamannya? Itukah yang
hendak dikatakannya? Mustahil, tapi...
“Dan semuanya akibat menahan-nahan
kecenderungan itu,” desah Mrs. Eversleigh. “Saya mengerti, orang mesti sangat
hati-hati dan mesti selalu... selalu mengekspresikan kepribadiannya. Menakutkan,
akibat yang ditimbulkan oleh menahan-nahan diri itu.”
“Mrs. Eversleigh,” kata Sir Arlington
dengan sungguh-sungguh. “Anda salah memahami ucapan saya. Penyebab
kecenderungan itu ada dalam otak semata-mata – kadang-kadang timbul akibat
sebab-sebab dari luar, misalnya kepala yang terbentur; kadang-kadang juga
karena bawaan.”
“Penyakit bawaan memang sangat menyedihkan,”
desah Lady Eversleigh pelan. “TBE dan sebagainya.”
“TBE bukan penyakit keturunan,” kata Sir
Alington dengan nada datar.
“Masa? Saya pikir penyakit keturunan. Tapi
kegilaan bisa diturunkan! Mengerikan sekali. Apa lagi?”
“Encok “ kata Sir Alington sambil
tersenyum. “Dan buta warna ini cukup menarik. Buta warna diturunkan langsung ke
laki-laki, tapi hanya berupa bawaan pada wanita. Jadi, tidak aneh kalau banyak
laki-laki yang buta warna, tapi seorang wanita yang buta warna, berarti ibunya
mempunyai bawaan itu, dan ayahnya juga mengalaminya agak tidak biasa. Itu yang
disebut hereditas yang terbatas pada jenis kelamin.”
“Menarik sekali. Tapi kegilaan tidak
seperti itu bukan?”
“Kegilaan bisa diturunkan pada laki-laki
dan wanita dalam tingkat yang sama,” kata Sir Alington dengan sungguh-sungguh.
Claire bangkit berdiri dengan tiba-tiba,
mendorong kursinya begitu mendadak, hingga kursi itu terjungkal jatuh. Ia
tampak sangat pucat, dan gerakan gugup jemarinya sangat kentara.
“Anda... Anda tidak akan lama, bukan?”
pintanya. “Sebentar lagi Mrs. Thompson datang.”
“Segelas anggur lagi, dan saya akan
bergabung dengan Anda,” kata Sir Alington. “Bukankah saya kemari untuk melihat
penampilan Mrs. Thompson yang menakjubkan ini? Ha ha! Saya tidak perlu didorong-dorong.”
Ia membungkukkan badan.
Claire tersenyum samar, lalu keluar dari
ruangan tersebut, tangannya menyentuh bahu Mrs. Eversleigh.
“Rasanya saya sudah terlalu banyak bicara tentang pekerjaan,” kata
Sir Alington sambil duduk kembali. “Maafkan saya sobat.”