Agatha Christie - Anjing Kematian #8



“Tapi pasti ada penjelasan yang sama bagusnya. Ayolah. Tidak perlu terlalu berhati-hati terhadap keponakan sendiri.”
      “Yah, baiklah, keponakan, menurut pendapatku, kau menolak undangan itu cuma karena kau tidak terlalu berminat pergi saja, dan setelah peristiwa kebakaran itu, kau menganggap dirimu telah diberi peringatan sebelumnya, dan sekarang kau pereaya penuh bahwa itulah yang terjadi.”
      “Payah,” Dermot tertawa. “Paman selalu menang “
      “Tak apa-apa, Mr. West,” seru Violet Eversleigh. “Saya percaya sepenuhnya dengan teori tanda bahaya Anda. Apa peristiwa di Mesopotamia itu terakhir kali Anda mendapat perasaan demikian?”
      “Ya... sampai...”
      “Maaf.”
      “Tidak ada apa-apa.”
      Dermot duduk diam. Tadi ia hampir saja mengucapkan, “Ya... sampai malam ini.” Kata-kata. itu melompat begitu saja di mulutnya, menyuarakan pikiran yang sebelumnya tidak muncul secara sadar, tapi ia langsung menyadari bahwa itu benar. Tanda bahaya itu muncul dari tengah kegelapan. Ada bahaya. Ada bahaya di depan mata.
      Tapi kenapa? Bahaya apa yang mungkin terjadi di sini? Di rumah teman-temannya ini'? Setidaknya... ya, memang ada satu bahaya. Ia menatap Claire Trent, kulitnya yang putih, tubuhnya yang ramping, kepalanya yang tertunduk halus dengan rambutnya yang keemasan.
      Tapi bahaya itu memang sudah beberapa lama ada dan rasanya tak mungkin berkembang menjadi besar. Sebab Jack Trent adalah sahabat baiknya, bahkan lebih dari itu. Jack telah menyelamatkan nyawanya di Flanders dan telah direkomendasikan memperoleh VC atas kepahlawanannya. Jack orang yang baik, salah satu yang terbaik. Sungguh sial bahwa ia jatuh cinta pada istri Jack. Tapi suatu hari nanti ia pasti bisa mengatasi perasaannya. Hal seperti ini takkan selamanya menyakitkan. Perasaan ini kelak akan sirna juga ya, sirna. Claire sendiri rasanya takkan pernah menduga dan kalaupun ia menduganya, tak mungkin ia akan menghiraukan. Claire bagaikan sebuah patung, patung yang indah, terbuat dan emas, gading, dan batu koral merah muda yang pucat... boneka untuk seorang raja, bukan seorang wanita yang hidup dan nyata. Claire... menyebutkan namanya dalam hati pun sudah membuat Dermot terluka... ia mesti mengatasi perasaannya. Ia sudah pernah jatuh cinta... Tapi tidak seperti ini!” kata sesuatu dalam hatinya.
      “Tidak seperti ini.” Yah, begitulah. Tidak ada bahaya, hanya patah hati, tapi bukan bahaya. Bukan bahaya seperti yang dimunculkan Sinyal Merah itu. Itu untuk hal lain lagi.
      Dermot melayangkan pandang ke seputar meja, dan untuk pertama kali ia menyadari bahwa tamu-tamu yang hadir kali ini agak tidak biasa. Pamannya, misalnya jarang sekali mau menghadiri acara makan malam kecil yang tidak formal seperti ini. Suami-istri Trent memang teman lama, tapi baru malam ini Dermot menyadari bahwa ia sama sekali tidak ”mengenal” mereka.
      Tapi ada satu alasan untuk acara kali ini. Seorang pemanggil arwah yang cukup terkenal akan datang untuk mengadakan pemanggilan arwah sesudah makan malam. Sir Alington mengatakan agak tertarik pada spiritualisme. Ya, jelas itu suatu alasan saja.
      Alasan. Dermot mau tak mau jadi menaruh perhatian pada kata itu. Apakah acara pemanggilan arwah ini sekadar alasan supaya kehadiran pamannya pada makan malam ini terasa wajar? Kalau ya, apa sebenarnya tujuan pamannya berada di sini? Berbagai detail menyerbu ke dalam pikiran Dermot, hal-hal kecil yang sebelumnya tidak diperhatikan, atau, seperti kata pamannya, tidak diperhatikan oleh pikiran sadar.
      Sir Alington sejak tadi menatap Claire dengan pandangan sangat aneh, lebih dari sekali. Ia seperti tengah mengawasi wanita itu. Claire tampak gelisah mendapatkan tatapan tajamnya. Sesekali kedua tangannya bergerak-gerak gugup. Ia memang gugup, amat sangat gugup, dan... ketakutan. Mungkinkah itu? Kenapa ia ketakutan?
      Dermot tersentak dan kembali pada pereakapan yang sedang berlangsung di seputar meja. Mrs. Eversleigh telah berhasil membuat Sir Alington bicara tentang bidang yang paling dikuasainya.
      “Mrs. Eversleigh yang baik,” katanya. “Apa sebenarnya kegilaan itu? Saya bisa meyakinkan Anda bahwa semakin dipelajari, semakin sulit kita mengucapkan kata itu. Kita semua, sampai tingkat tertentu, suka membohongi diri sendiri, dan kalau kita sampai keterlaluan mempraktekkannya, misalnya kita jadi yakin bahwa kita adalah Kaisar Rusia, maka kita akan dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Tapi jalan yang mesti ditempuh sebelum mencapai titik itu, panjang sekali. Sampai sejauh mana kita menyusuri jalan itu sebelum kita membuat garis batas dan berkata, 'Di sisi ini adalah kewarasan, dan di sisi sana itu kegilaan'? Itu tidak bisa dilakukan. Kalau orang yang menderita delusi menyembunyikan keadaannya, kemungkinan besar kita tidak akan bisa membedakan dia dari orang yang normal. Kewarasan yang luar biasa dalam diri orang sinting merupakan subjek yang sangat menarik.”
      Sir Alington menyicip anggurnya perlahan-lahan, lalu menatap yang lainnya dengan berseri-seri.
      “Saya dengar mereka itu sangat cerdik,” kata Mrs Eversleigh. “Maksud saya, orang-orang sinting itu.”
      “Memang. Dan seringkali menekan delusi tertentu bisa sangat berbahaya. Segala sesuatu yang ditekan bisa berbahaya, seperti diajarkan dalam psikoanalisis. Orang yang punya sifat eksentrik, yang tidak berbahaya, dan tidak perlu menyembunyikannya, jarang melewati garis batas kewarasan. Tapi laki-laki…” Sir Alington diam sejenak, “atau wanita yang kelihatannya sepenuhnya normal, bisa saja sebenarnya merupakan sumber bahaya yang sangat besar bagi masyarakat.”
      Perlahan tatapannya bergerak ke arah Claire, lalu beralih lagi. Ia menyicip anggurnya sekali lagi. Rasa takut yang amat sangat mengguncang diri Dermot. Itukah yang dimaksud pamannya? Itukah yang hendak dikatakannya? Mustahil, tapi...
      “Dan semuanya akibat menahan-nahan kecenderungan itu,” desah Mrs. Eversleigh. “Saya mengerti, orang mesti sangat hati-hati dan mesti selalu... selalu mengekspresikan kepribadiannya. Menakutkan, akibat yang ditimbulkan oleh menahan-nahan diri itu.”
      “Mrs. Eversleigh,” kata Sir Arlington dengan sungguh-sungguh. “Anda salah memahami ucapan saya. Penyebab kecenderungan itu ada dalam otak semata-mata – kadang-kadang timbul akibat sebab-sebab dari luar, misalnya kepala yang terbentur; kadang-kadang juga karena bawaan.”
      “Penyakit bawaan memang sangat menyedihkan,” desah Lady Eversleigh pelan. “TBE dan sebagainya.”
      “TBE bukan penyakit keturunan,” kata Sir Alington dengan nada datar.
      “Masa? Saya pikir penyakit keturunan. Tapi kegilaan bisa diturunkan! Mengerikan sekali. Apa lagi?”
      “Encok “ kata Sir Alington sambil tersenyum. “Dan buta warna ini cukup menarik. Buta warna diturunkan langsung ke laki-laki, tapi hanya berupa bawaan pada wanita. Jadi, tidak aneh kalau banyak laki-laki yang buta warna, tapi seorang wanita yang buta warna, berarti ibunya mempunyai bawaan itu, dan ayahnya juga mengalaminya agak tidak biasa. Itu yang disebut hereditas yang terbatas pada jenis kelamin.”
      “Menarik sekali. Tapi kegilaan tidak seperti itu bukan?”
      “Kegilaan bisa diturunkan pada laki-laki dan wanita dalam tingkat yang sama,” kata Sir Alington dengan sungguh-sungguh.
      Claire bangkit berdiri dengan tiba-tiba, mendorong kursinya begitu mendadak, hingga kursi itu terjungkal jatuh. Ia tampak sangat pucat, dan gerakan gugup jemarinya sangat kentara.
      “Anda... Anda tidak akan lama, bukan?” pintanya. “Sebentar lagi Mrs. Thompson datang.”
      “Segelas anggur lagi, dan saya akan bergabung dengan Anda,” kata Sir Alington. “Bukankah saya kemari untuk melihat penampilan Mrs. Thompson yang menakjubkan ini? Ha ha! Saya tidak perlu didorong-dorong.” Ia membungkukkan badan.
      Claire tersenyum samar, lalu keluar dari ruangan tersebut, tangannya menyentuh bahu Mrs. Eversleigh.
      “Rasanya saya sudah terlalu banyak bicara tentang pekerjaan,” kata Sir Alington sambil duduk kembali. “Maafkan saya sobat.”

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...