Agatha Christie - Anjing Kematian #54



Raoul tak perlu menjawab kali ini, sebab pada saat itu Simone masuk. Ia tampak lemah dan pucat, namun jelas telah berhasil mengendalikan diri sepenuhnya. Ia menjabat tangan Madame Exe, walau Raoul melihat tubuhnya agak gemetar saat berjabat tangan itu.

      “Saya ikut simpati, Madame, mendengar Anda kurang sehat,” kata Madame Exe.
      “Tidak apa-apa,” kata Simone dengan agak ketus. “Bisa kita mulai sekarang?”
      Ia beranjak ke sudut kecil itu, dan duduk di kursi berlengan. Sekonyong-konyong kali ini Raoul-lah yang dihinggapi gelombang rasa takut.
      “Kau tidak begitu sehat,” serunya. “Sebaiknya kita batalkan saja pemanggilan ini. Madame Exe pasti mau mengerti.”
      “Monsieur!” Madame Exe bangkit berdiri dengan marah.
      “'Ya, ya, sebaiknya dibatalkan saja, saya yakin itu.”
      “Madame Simone sudah menjanjikan pemanggilan terakhir pada saya.”
      “Memang benar,” kata Simone dengan suara pelan, “dan saya siap memenuhi janji saya.”
      “Saya berpegang pada janji Anda, Madame,” kata Madame Exe.
      “Saya tidak akan ingkar janji,” sahut Simone dengan nada dingin. “Tak usah takut, Raoul,” tambahnya dengan lembut. “Toh ini untuk terakhir kali - terakhir kali, syukurlah.”
      Setelah ia memberi tanda, Raoul pun memasang tirai hitam yang berat itu menutupi sudut tersebut. Ia juga menarik tirai-tirai jendela, sehingga ruangan itu setengah gelap. Ia menyuruh Madame Exe duduk di salah satu kursi, dan ia sendiri bersiap-siap duduk di kursi satunya. Namun Madame Exe tampak ragu-ragu.
      “Maafkan saya, Monsieur, tapi... Anda tentunya mengerti bahwa saya percaya sepenuhnya akan integritas Anda dan Madame Simone. Tapi agar kesaksian saya jadi lebih berharga, maafkan kalau saya lancang membawa ini.” Dari tas tangannya ia mengeluarkan seutas tali tipis.
      “Madame!” teriak Raoul. “Ini penghinaan!”
      “Cuma untuk berjaga-jaga.”
      “Saya ulangi, ini penghinaan.”
      “Saya tidak mengerti keberatan Anda, Monsieur,” kata Madame Exe dengan dingin. “Kalau memang tidak ada tipuan, seharusnya Anda tak perlu takut.”
      Raoul tertawa mencemooh. “Bisa saya yakinkan Anda bahwa saya sama sekali tidak takut Madame. Ikat saja tangan dan kaki saya, kalau itu yang Anda inginkan.”
      Ucapannya tidak memberikan efek yang diharapkannya, sebab Madame Exe hanya bergumam tanpa emosi, “Terima kasih, Monsieur.” Lalu ia mendekati Raoul dengan gulungan talinya itu.
      Sekonyong-konyong Simone berseru dari balik tirai. “Tidak, tidak, Raoul, jangan biarkan dia berbuat begitu.”
      Madame Exe tertawa tajam. “Madame takut rupanya,” katanya dengan sarkastis.
      “Ya, saya takut.”
      “Ingat apa katamu Simone,” seru Raoul. “Madame Exe rupanya mengira kita hanya menipu.”
      “Saya mesti memastikan,” kata Madame Exe dengan nada jahat. Ia melakukan tugasnya dengan cekatan. Mengikat Raoul erat-erat di kursinya.
      “Saya mesti mengacungkan jempol untuk ikatan-ikatan ini, Madame,” kata Raoul dengan nada ironis, setelah Madame Exe selesai mengikatnya. “Anda puas sekarang?”
      Madame Exe tidak menjawab. Ia mengitari ruangan itu, memeriksa panel dinding dengan saksama. Kemudian ia mengunci pintu yang menuju lorong, mengambil kuncinya, dan baru kembali ke kursinya.
      “Sekarang saya siap,” katanya dengan suara yang entah menyimpan apa.
      Menit-menit berlalu. Dari balik tirai, suara napas Simone terdengar semakin berat dan keras. Kemudian suara napas itu menghilang sepenuhnya, digantikan oleh serangkaian erangan. Setelah itu hening sejenak, hanya diselingi oleh tabuhan genderang yang terdengar tiba-tiba. Terompet diangkat dari meja dan jatuh ke lantai. Terdengar tawa ironis. Tirai-tirai sudut tempat Simone berada seperti terangkat sedikit, dan sosok sang medium tampak dari bukaan tersebut, kepalanya terkulai ke dadanya. Sekonyong-konyong Madame Exe menarik napas dengan tajam. Sebuah aliran pita uap keluar dari mulut sang medium. Uap itu memadat, dan lambat-laun mulai mengambil bentuk - menjadi sosok seorang gadis kecil.
      “Amelie! Amelie-ku tersayang!”
      Bisikan serak itu keluar dari mulut Madame Exe. Sosok samar-samar itu semakin memadat. Raoul terpaku, hampir-hampir tak percaya. Belum pernah ada materialisasi yang lebih menakjubkan daripada yang satu ini. Sosok itu benar-benar seorang anak sungguhan, anak manusia dari darah dan daging, berdiri di sana.
      “Mama!” Suara halus kekanak-kanakan itu berbicara.
      “Anakku!” seru Madame Exe. “Anakku!”
      Ia setengah bangkit dari kursinya.
      “Hati-hati, Madame,” Raoul berseru memperingatkan.
      Materialisasi itu maju dengan ragu-ragu menembus tirai. Seorang anak kecil. Ia berdiri di sana, dengan kedua lengan diulurkan.
      “Mama!”
      “Ah!” seru Madame Exe. Ia kembali setengah bangkit dari kursinya.
      “Madame,” seru Raoul dengan panik, “sang medium...”
      “Aku harus menyentuhnya,” seru Madame Exe dengan suara serak. Ia maju selangkah.
      “Demi Tuhan, Madame, kendalikan diri Anda,” seru Raoul. Sekarang ia benar-benar panik.
      “Duduklah!”
      “Anakku, aku harus menyentuhnya.”
      “Madame, saya perintahkan, duduk!” Ia bergerak-gerak putus asa dalam ikatannya. Tapi Madame Exe telah mengikatnya dengan baik, ia benar-benar tak berdaya. Perasaan ngeri meliputi dirinya. Membayangkan malapetaka yang bakal menimpa. “Dengan nama Tuhan, Madame, duduklah!” ia berteriak. “Ingat nasib sang medium!”
      Madame Exe menoleh kepadanya dengan tawa kasar. “Apa peduliku dengan medium Anda itu?” serunya. “Aku ingin anakku.”
      “Kau sinting!”
      “Anakku. Anakku! Anakku sendiri! Darah dagingku sendiri! Anakku yang kembali dari dunia orang mati, hidup dan bernapas.”
      Raoul membuka mulutnya, tapi tak ada kata-kata yang keluar. Wanita ini sungguh mengerikan. Tak punya nurani, liar, terhanyut oleh emosinya sendiri. Sepasang bibir anak kecil itu merekah, dan untuk ketiga kalinya kembali terdengar suaranya.
      “Mama!”
      “Kemarilah, anakku,” seru Madame Exe. Dengan satu gerakan cepat ia meraih anak itu ke dalam pelukannya. Dari balik tirai terdengar jeritan kesakitan yang panjang.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...