Agatha Christie - Anjing Kematian #25



Radio

“Terutama hindari merasa cemas dan terlalu tegang,” kata Dr. Meynell, dengan gaya santai yang umum diperlihatkan para dokter. Seperti umumnya orang-orang yang mendengar ucapan menenangkan yang tidak ada manfaatnya itu, Mrs. Harter malah jadi tampak semakin ragu, bukannya lega. “Anda punya kelemahan kardiak,”' sang dokter melanjutkan dengan lancarnya, “'tapi tak usah cemas. Anda boleh yakin itu.” Lalu ia menambahkan, “Tapi sebaiknya Anda memasang lift saja. Eh? Bagaimana?”

      Mrs. Harter tampak cemas.
      Sebaliknya, Dr. Meynell tampak senang dengan sarannya sendiri. Ia lebih suka melayani pasien-pasien kaya daripada yang miskin, sebab pada pasien-pasien kaya ia bisa memuaskan imajinasinya yang aktif, sambil memberikan resep untuk penyakit mereka, “Ya, lift,” kata Dr. Meynell sambil mencoba memikirkan saran lain yang lebih hebat lagi – tapi gagal. “Dengan begitu, Anda bisa menghindari kelelahan yang tidak perlu. Boleh berolahraga sedikit pada hari cerah, tapi hindari jalan-jalan mendaki bukit. Dan terutama,” ia menambahkan dengan senang, “mesti banyak-banyak mengalihkan pikiran pada hal-hal yang menyenangkan. Jangan terus memikirkan kesehatan Anda.”
      Sang dokter bicara agak lebih eksplisit pada Charles Ridgeway, keponakan wanita tua itu.
      “Jangan salah paham,” katanya. “Bibi Anda bisa dan mungkin akan hidup bertahun-tahun lagi. Tapi dia juga bisa meninggal mendadak kalau mengalami shock atau kelelahan berlebihan,” ia menjentikkan jemarinya. “Dia mesti menjalani kehidupan yang sangat tenang. Tidak boleh banyak kegiatan. Tidak boleh capek. Tapi, terutama, dia tidak boleh dibiarkan bermurung-murung. Dia mesti selalu dibuat ceria dan pikirannya senang.”
      “Senang?” kata Charles Ridgeway dengan penuh perhatian.
      Charles memang pemuda yang penuh perhatian. Ia juga pemuda yang suka mencari jalan untuk memenuhi tujuan-tujuannya sendiri, setiap ada kesempatan.
      Sore itu ia menyarankan memasang radio di rumah tersebut. Mrs. Harter, yang sudah merasa cemas memikirkan saran dokter untuk memasang lift, merasa tak senang dan tidak bersedia. Tapi Charles pintar bicara dan membujuk.
      “Aku tidak suka dengan benda-benda modern ini,” kata Mrs. Harter dengan nada mengiba. “Gelombangnya, kau tahu kan gelombang listriknya. Bisa saja gelombang itu mempengaruhiku.”
      Dengan sikap superior dan ramah, Charles menegaskan betapa tidak masuk akal alasan bibinya itu. Mrs. Barter tidak tahu banyak tentang benda yang menjadi topik pembicaraan mereka, tapi ia bersikeras mempertahankan pendapatnya sendiri, dan ia tetap merasa tidak yakin.
      “Segala gelombang listrik itu,” gumamnya takut-takut. “Kau boleh bicara sesukamu. Charles, tapi ada orang-orang yang mengalami akibat gelombang listrik itu. Aku selalu merasakan sakit kepala hebat kalau akan ada hujan badai. Aku tahu itu.” Ia mengangguk-anggukkan kepala dengan sikap penuh kemenangan.
      Tapi Charles adalah pemuda yang sabar. Juga berkemauan keras. “Bibi Mary tersayang,” katanya. “biar kujelaskan hal ini pada bibi.”
      Ia tahu banyak tentang subjek tersebut, dan sekarang ia memberikan kuliah panjang lebar, dengan penuh semangat ia bicara tentang katup-katup pemancar, frekuensi tinggi dan frekuensi rendah, amplifier dan kondenser.
      Mrs. Harter, diserang bertubi-tubi oleh berbagai kata yang tidak dipahami, akhirnya menyerah. “Baiklah, Charles,” gumamnya, “kalau kaupikir...”
      “Bibi Mary tersayang,” kata Charles dengan antusias, “benda itu cocok sekali untuk Bibi, bisa membantu Bibi merasa gembira.”
      Lift yang disarankan oleh Dr. Meynell dipasang tak lama kemudian, dan hampir saja membawa kematian pada Mrs. Harter. Seperti banyak wanita tua lainnya, ia sangat tidak suka melihat orang-orang tidak dikenal mondar-mandir di dalam rumahnya. Ia mencurigai mereka semua, mengira mereka berniat mencuri perlengkapan peraknya yang berharga.
      Setelah lift dipasang, giliran radio datang. Mrs. Harter ditinggalkan sendirian untuk mengamat-amati benda memuakkan itu, memuakkan baginya. Sebuah kotak besar yang jelek bentuknya, dan penuh dengan tombol-tombol.
      Dengan penuh semangat, Charles berusaha membuat bibinya menerima benda itu. Charles begitu antusias. Ia memutar-mutar tombol-tombol itu, sambil terus berceloteh dengan riangnya.
      Mrs. Harter duduk di kursinya yang berpunggung tinggi, sabar dan sopan, namun dengan keyakinan tak tergoyahkan bahwa segala penemuan baru yang konyol ini tidak lebih dari gangguan-gangguan belaka.
      “Dengar, Bibi Mary, kita sedang mendengarkan Berlin. Hebat, bukan? Bibi bisa mendengar orang ini?”
      “Aku tidak bisa mendengar apa-apa kecuali suara dengung dan derak,” sahut Mrs. Harter.
      Charles masih terus memutar-mutar tombol-tombol. “Brussels,” katanya dengan antusias.
      “Masa?” kata Mrs. Harter dengan sedikit sekali minat dalam suaranya. “Sekarang tampaknya kita sedang mendengarkan Dogs Home, ya?” kata Mrs. Harter, yang walaupun sudah tua namun punya rasa humor juga.
      “Ha ha!” kata Charles, “Bibi bisa bercanda juga rupanya, ya? Bagus sekali!”
      Mrs. Harter mau tak mau tersenyum padanya. Ia sangat suka pada Charles. Selama beberapa tahun yang lalu, seorang keponakan perempuan, Miriam Harter, tinggal bersamanya. Ia bermaksud menjadikan gadis itu ahli warisnya. Tapi Miriam ternyata tidak memuaskan. Ia tak sabaran dan jelas-jelas merasa bosan dengan lingkungan pergaulan bibinya. Ia selalu keluar rumah, ”keluyuran”, menurut istilah Mrs. Harter. Akhirnya ia terlibat hubungan cinta dengan seorang pemuda yang sama sekali tidak disetujui Mrs. Harter. Maka Miriam pun dikembalikan pada ibunya, dengan sepucuk catatan singkat, seakan-akan gadis itu adalah barang yang dikirim untuk dinilai. Miriam menikah dengan pemuda itu, dan Mrs. Harter biasanya mengirimkan kotak saputangan atau hiasan meja pada hari Natal.
      Merasa kecewa pada keponakan perempuan, Mrs. Harter mengalihkan perhatian pada keponakan laki-laki. Sejak awal, Charles sudah merupakan calon tak tertandingi. Ia selalu bersikap hormat, mau mendengarkan dengan sikap penuh minat kalau bibinya sedang menceritakan masa mudanya. Dalam hal ini, ia sangat berbeda dengan Miriam yang jelas-jelas merasa bosan dan tak segan-segan menunjukkannya. Charles tak pernah bosan. Ia selalu tenang, selalu riang. Dalam sehari, berkali-kali ia mengatakan pada bibinya, bahwa bibinya itu seorang wanita tua yang amat sangat luar biasa.
      Merasa sangat puas dengan keponakan yang satu ini, Mrs. Harter menulis surat pada pengacaranya, memberi instruksi untuk membuat surat wasiat baru. Maka surat itu pun dikirimkan padanya, disetujui, dan ditandatangani olehnya.
      Dan sekarang, dalam hal radio ini pun, terbukti bahwa sekali lagi Charles berhasil membuat bibinya terkesan. Mrs. Harier, yang mulanya menentang pemasangan radio itu, akhirnya bisa menerima dan bahkan merasa terpesona. Ia terutama sangat menikmati mendengar radio itu kalau Charles sedang tidak ada. Masalahnya Charles selalu mengotak-atik benda itu. Mrs. Harter bisa duduk tenang di kursinya, mendengarkan konser simfoni atau percakapan tentang Lucrezia Borgia atau Pond Life, merasa sangat senang dan damai. Tapi tidak demikian halnya dengan Charles. Ketenangan suasana itu akan pecah oleh berbagai suara nyaring yang sumbang saat ia dengan antusias berusaha mencari gelombang radio-radio asing. Tapi kalau Charles sedang makan di luar bersama teman-temannya, Mrs. Harter bisa menikmati radio tersebut. Ia akan menyalakan dua tombol, duduk di kursinya, dan menikmati acara malam itu.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...