Agatha Christie - Anjing Kematian - #2



HARI kedua setelah kedatanganku di Trearne, aku teringat kembali kisah tersebut. Waktu itu aku dan saudara perempuanku sedang minum teh di teras.
      “Kitty,” kataku, “apakah di antara para pengungsi Belgia yang dulu kautampung, ada seorang biarawati?”
      “Maksudmu Suster Marie Angelique?”
      “Kemungkinan,” kataku dengan hati-hati. “Coba ceritakan tentang dia.”
      “Oh, dia itu orang yang sangat misterius. Dia masih di sini.”
      “Apa? Di rumah ini?”
      “Bukan, bukan. Di desa. Dr. Rose - kau ingat Dr. Rose?”
      Aku menggeleng.
      “Yang kuingat dokter tua berumur delapan puluh tiga tahun itu.”
      “Dr. Laird. Oh, dia sudah meninggal. Dr. Rose baru beberapa tahun di sini. Dia masih sangat muda, dan sangat tertarik pada gagasan-gagasan baru. Dia amat menaruh minat pada Suster Marie Angelique. Suster ini suka mengalami halusinasi dan semacamnya, dan kelihatannya dia objek yang sangat menarik dari sudut pandang medis. Wanita malang - dia tak punya rumah lagi - dan menurut pendapatku dia sangat biasa-biasa saja - tapi dia mengesankan, kalau kau mengerti maksudku. Yah, seperti kukatakan tadi, dia tak punya rumah lagi, dan Dr. Rose yang baik hati memberinya tempat tinggal di desa. Kurasa dia sedang menulis monograf atau apalah yang biasa ditulis dokter-dokter, tentang suster itu.” Kitty diam sejenak, lalu berkata, “Tapi, apa yang kauketahui tentang suster ini?”
      “Aku mendengar cerita yang agak aneh.”
      Kupaparkan cerita itu, seperti yang dituturkan oleh Ryan. Kitty sangat tertarik mendenganya.
      “Dia memang kelihatan seperti jenis orang yang bisa membuatmu terbakar - kalau kau mengerti maksudku,” kata Kitty.
      Rasa ingin tahuku makin tergelitik. “Aku mesti melihat wanita muda ini.”
      “Silakan saja. Aku ingin tahu pendapatmu tentang dia. Tapi temui Dr. Rose dulu. Bagaimana kalau kau pergi ke desa sesudah minum teh?”
      Aku menerima saran itu.
      Dr. Rose ada di rumah. Aku memperkenalkan diri.
      Dia tampaknya seorang anak muda yang ramah, tapi ada sesuatu yang tidak kusukai dalam pembawaannya. Kepribadiannya terlalu kuat, hingga tidak sepenuhnya menyenangkan.
      Begitu aku menyebutkan Suster Mane Angelique, sikapnya langsung penuh perhatian. Ia jelas-jelas sangat tertarik. Kusampaikan padanya apa yang kudengar dari Ryan.
      “Ah,” katanya dengan mimik serius. “Cerita itu menjelaskan banyak hal.” Dengan cepat ia memandangku, lalu meneruskan. “Kasus ini benar-benar kasus yang luar biasa menarik. Wanita itu jelas-jelas telah mengalami guncangan mental yang hebat ketika dia tiba di sini. Keadaan mentalnya juga sangat kalut. Dia mengalami berbagai halusinasi yang sangat mengejutkan. Kepribadiannya pun sangat tidak biasa. Barangkali Anda berminat ikut dengan saya mengunjunginya? Anda tidak akan menyesal melihatnya.”
      Aku langsung menyatakan bersedia.
      Kami berangkat bersama-sama. Tujuan kami adalah sebuah cottage kecil di daerah pinggiran desa. Folbridge adalah tempat yang sangat indah, terletak di mulut Sungai Fol, sebagian besar di sisi sebelah timunya. Sisi sebelah baratnya terlalu berbahaya untuk mendirikan bangunan. Namun ada beberapa cottage yang berdiri di sisi tebing karang di sana. Cottage sang dokter sendiri bertengger di tepi tebing karang di sebelah barat. Dari sana kita bisa memandang ke bawah, ke arah ombak-ombak samudera yang mengempas bebatuan karang yang hitam.
      Cottage kecil yang hendak kami datangi ini terletak di bagian yang tidak menghadap ke laut.
      “Perawat distrik tinggal di sini,” Dr. Rose menjelaskan. “Saya sudah mengatur supaya Suster Marie Angelique tinggal di rumahnya. Dia perlu berada di bawah pengawasan profesional.”
      “Apakah tingkah lakunya normal?” aku bertanya ingin tahu.
      “Nanti Anda bisa melihatnya sendiri,” sahut sang dokter dengan tersenyum.
      Si perawat distrik adalah seorang wanita pendek gemuk dan ramah. Ia baru hendak keluar dengan sepedanya ketika kami datang.
      “Selamat sore, Suster, bagaimana pasien Anda?” tanya Dr. Rose.
      “Dia seperti biasanya, Dokter. Duduk di sana dengan kedua tangan terlipat dan pikirannya melayang ke mana-mana. Sering kali dia tidak menjawab kalau saya ajak bicara, tapi sampai sekarang bahasa Inggris-nya memang tidak terlalu bagus.”
      Dr. Rose mengangguk. Setelah perawat itu berangkat, ia menghampiri pintu cottage, mengetuk keras-keras, lalu masuk. Suster Marie Angelique sedang berbaring di sebuah kursi panjang di dekat jendela. Ia menoleh ketika kami masuk.
      Wajahnya aneh - pucat, tampak transparan, dengan sepasang mata besar. Sepertinya sepasang mata itu menyimpan tragedi yang amat sangat besar.
      “Selamat sore, Suster,” sapa sang dokter dalam bahasa Prancis.
      “Selamat sore, M. le docteur.”
      “Izinkan saya memperkenalkan seorang teman. Mr. Anstruther.”
      Aku membungkuk, dan suster itu memiringkan kepala sedikit, sambil tersenyum samar.
      “Bagaimana kabar Anda hari ini?” tanya sang dokter, sambil duduk di sebelahnya.
      “Keadaan saya seperti biasanya saja.” Suster Marie Angelique diam sejenak, kemudian melanjutkan. “Rasanya tidak ada yang nyata bagi saya. Entah hari-hari yang berlalu - atau bulan-bulan atau tahun-tahun? Saya hampir-hampir tidak menyadarinya. Hanya mimpi-mimpi saya yang terasa nyata.”
      “Berarti Anda masih sering bermimpi?”


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...